TULISAN
SOFTSKILL TERAPAN KOMPUTER PERBANKAN
PENDAHULUAN
BANK
1.
Pengertian & Klasifikasi Bank
Secara etimologi
kata “Bank” berasal dari bahasa Italia “Banque” atau “Banca” yang berarti
bangku. Para bankir Florence pada masa Renaissans melakukan transaksi mereka
dengan duduk di belakang meja penukaran uang, berbeda dengan pekerjaan
kebanyakan orang yang tidak memungkinkan mereka untuk duduk sambil bekerja.
Namun, seiring
berjalannya waktu fungsi dari Bank mengalami banyak kemajuan. Begitupun dengan
pengertiannya. Secara umum bisa dikatakan bank adalah suatu badan usaha yang
memiliki wewenang dan fungsi untuk untuk menghimpun dana masyarakat umum untuk
disalurkan kepada yang memerlukan dana tersebut.
Bank sendiri juga terbagi atas beberapa jenis. Berikut adalah
klasifikasi dari bank:
Berdasarkan
Kepemilikan:
-Bank Milik
Negara. Adalah bank yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara. Tahun 1999,
lahir bank pemerintah yang baru yaitu Bank Mandiri, yang merupakan hasil merger
atau penggabungan bank-bank pemerintah yang ada sebelumnya.
- Bank Pemerintah
Daerah. Adalah bank yang sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Bank milik
Pemerintah Daerah yang umum dikenal adalah Bank Pembangunan Daerah (BPD), yang
didirikan berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1962. Masing-masing Pemerintah Daerah telah
memiliki BPD sendiri. Di samping itu beberapa Pemerintah Daerah memiliki Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) yaitu salah satu jenis bank yang dikenal melayani
golongan pengusaha mikro, kecil dan menengah dengan lokasi yang pada umumnya
dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan.
- Bank Swasta
Nasional. Setelah pemerintah mengeluarkan paket kebijakan deregulasi pada bulan
Oktober 1988 (Pakto 1988), muncul ratusan bank-bank umum swasta nasional yang
baru. Namun demikian, bank-bank baru tersebut pada akhirnya banyak yang
dilikuidasi oleh pemerintah. Bentuk hukum bank umum swasta nasional adalah
Perseroan Terbatas (PT), termasuk di dalamnya Bank Umum Koperasi Indonesia
(BUKOPIN), yang telah merubah bentuk hukumnya menjadi PT tahun 1993.
- Bank Swasta
Asing. Adalah bank-bank umum swasta yang merupakan perwakilan (kantor cabang)
bank-bank induknya di negara asalnya. Pada awalnya, bank-bank swasta asing
hanya boleh beroperasi di DKI Jakarta saja. Namun setelah dikeluarkan Pakto 27,
1988, bank-bank swasta asing ini diperkenankan untuk membuka kantor cabang
pembantu di delapan kota, yaitu Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, Denpasar,
Ujung Pandang (Makasar), Medan, dan Batam. Bank-bank asing ini menjalaskan
fungsi sebagaimana layaknya bank-bank umum swasta nasional, dan mereka tunduk
pula pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
- Bank Umum
Campuran. Bank campuran (joint venture bank) adalah bank umum yang didirikan
bersama oleh satu atau lebih bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan
didirikan oleh warga negara dan atau badan hukum Indonesia yang dimiliki
sepenuhnya oleh warga negara Indonesia, dengan satu atau lebih bank yang
berkedudukan di luar negeri.
Berdasarkan Segi
Penyediaan Jasa:
- Bank Devisa.
Bank devisa (foreign exchange bank) adalah bank yang dalam kegiatan usahanya
dapat melakukan transaksi dalam valuta asing, baik dalam hal penghimpunan dan
penyaluran dana, serta dalam pemberian jasa-jasa keuangan. Dengan demikian,
bank devisa dapat melayani secara langsung transaksi-transaksi dalam skala
internasional.
- Bank Non Devisa.
Bank umum yang masih berstatus non devisa hanya dapat melayani
transaki-transaksi di dalam negeri (domestik). Bank umum non devisa dapat
meningkatkan statusnya menjadi bank devisa setelah memenuhi ketentuan-ketentuan
antara lain: volume usaha minimal mencapai jumlah tertentu, tingkat kesehatan,
dan kemampuannya dalam memobilisasi dana, serta memiliki tenaga kerja yang
berpengalaman dalam valuta asing.
2. Sifat
Industri Perbankan
Umumnya industri
perbankan memiliki 2 sifat khusus, yaitu:
- Sebagai salah
satu sub-sistem industri jasa keuangan. Bank disebut sbg jantung jasa keuangan.
Bank disebut sbg jantung atau motor penggerak roda atau motor penggerak roda
perekonomian suatu negara, salah satu perekonomian suatu negara, salah satu
leading indicator kestabilan tingkat leading indicator kestabilan tingkat
perekonomian suatu negara . Jika perekonomian suatu negara . Jika perbankan
mengalami keterpurukan hal perbankan mengalami keterpurukan hal ini adalah
indikator perekonomian negara ini adalah indikator perekonomian negara ybs
sedang sakit. ybs sedang sakit.
- Industri
perbankan adalah industri yang sangat bertumpu kepada kepercayaan masyarakat
bertumpu kepada kepercayaan masyarakat (fiduciary financial institution).
Kepercayaan (fiduciary financial institution). Kepercayaan masyarakat adalah
segala-galanya bagi bank. masyarakat adalah segala-galanya bagi bank. Begitu
masyarakat tidak percaya pada bank, Begitu masyarakat tidak percaya pada bank,
bank akan menghadapi “ rush” dan akhirnya bank akan menghadapi “ rush” dan
akhirnya koleps. Di AS pada abad 19-20, setiap 20 koleps. Di AS pada abad
19-20, setiap 20 tahun sekali terjadi krisis perbankan sebagai tahun sekali
terjadi krisis perbankan sebagai akibat krisis kepercayaan ( Lash, 1987 : 8 ).
akibat krisis kepercayaan ( Lash, 1987 : 8 ).
Karena dua sifat
khusus tersebut, industri perbankan adalah industri yang sangat banyak diatur
oleh pemerintah ( most heavily regulated diatur oleh pemerintah ( most heavily
regulated industries ). Revisi serta penegakannya harus industries ). Revisi
serta penegakannya harus dilakukan sangat hati-hati dengan dilakukan sangat
hati-hati dengan memperhatikan akibat ekonomi dan fungsi memperhatikan akibat
ekonomi dan fungsi perbankan dalam perekonomian negara serta perbankan dalam
perekonomian negara serta kepercayaan masyarakat yang harus dijaga. kepercayaan
masyarakat yang harus dijaga.
3. Fungsi
& Peranan Bank Secara Umum
Sebagai sebuah
industri penggerak ekonomi negara, Bank tentu memiliki fungsi & peranan
yang penting. Adapun fungsi dari Bank adalah:
1. Agent Of Trust
Yaitu lembaga yang
landasannya kepercayaan. Dasar utama kegiatan perbankkan adalah kepercayaan (
trust ), baik dalam penghimpun dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau
menyimpan dana dananya di bank apabila dilandasi kepercayaan. Dalam fungsi ini
akan di bangun kepercayaan baik dari pihak penyimpan dana maupun dari pihak
bank dan kepercayaan ini akan terus berlanjut kepada pihak debitor. Kepercayaan
ini penting dibangun karena dalam keadaan ini semua pihak ingin merasa
diuntungkan untuk baik dari segi penyimpangan dana, penampung dana maupun
penerima penyaluran dana tersebut.
2. Agent Of
Development
Yaitu lembaga yang
memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi. Kegiatan bank berupa penghimpun
dan penyalur dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian di
sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan
investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat
bahwa kegiatan investasi , distribusi dan konsumsi tidak dapat dilepaskan dari
adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi
ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat.
3. Agent Of Services
Yaitu lembaga yang
memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi. Disamping melakukan kegiatan
penghimpun dan penyalur dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan
yang lain kepada masyarakan. Jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan
kegiatan perekonomian masyarakat secara umum.
Dan peran dari
bank adalah:
1. Pengalihan Aset
(asset transmutation)
Yaitu pengalihan
dana atau aset dari unit surplus ke unit devisit. Dimana sumber dana yang
diberikan pada pihak peminjam berasal pemilik dana yaitu unit surplus yang
jangka waktunya dapat diatur sesuai dengan keinginan pemilik dana. Dalam hal
ini bank berperan sebagai pangalih aset yang likuid dari unit surplus (lender)
kepada unit defisit (borrower).
2. Transaksi (transaction)
Bank memberikan
berbagai kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi. Dalam
ekonomi modern, trnsaksi barang dan jasa tidak pernah terlepas dari transaksi
keuangan. Untuk itu produk-produk yang dikeluarkan oleh bank (giro, tabungan,
depsito, saham dan sebagainya)merupakan pengganti uang dan dapat digunakan
sebagai alat pembayaran.
3. Likuiditas
(liquidity)
Unit surplus dapat
menempatkan dana yang dimilikinya dalam bentuk produk-produk berupa giro,
tabungan, deposito, dan sebagainya. Produk-produk tersebut masing-masing
mempunyai tingkat likuiditas yang berbeda-beda. Untuk kepentingn likuiditas
para pemilik dana dapat menempatkan dananya sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingannya. Dengan demikian bank memberikan fasilitas pengelolaan
likuiditas kepada pihak yang mengalami surplus likuiditas dan menyalurkannya
kepada pihak yang mengalami kekurangan likuiditas.
4. Efisiensi
(efficiency)
Peranan bank
sebagai broker adalah menemukan peminjam dan pengguna modal tanpa mengubah
produknya. Disini bank hanya memperlancar dan mempertemukan pihak-pihak yang
saling membutuhkan. Adanya informasi yang tidak simetris (asymmetric
information) antara peminjam dan investor menimbulkan masalah insentif. Peran
bank menjadi penting untuk memecahkan masalah insentif tersebut. Untuk itu
jelas peran bank dalam hal ini yaitu menjembatani dua pihak yang saling
berkepentingan untuk menyamakan informasi yang tidak sempurna, sehingga terjadi
efisiensi biaya ekonomi.
4. Peranan
Bank Indonesia dalam Perbankan
Sebagai bank
sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas
sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam
menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
- Bank Indonesia
memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen
suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu
menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat
gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek
ekonomi.
- Bank Indonesia
memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat,
khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan
melalui mekanisme pengawasan dan regulasi.
- Bank Indonesia
memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam
sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius
dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat
menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan
gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan
pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung
semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang
bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross
Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem
pembayaran.
- Melalui
fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses
informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui
pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan
sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak
pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat
mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi
kerentanan sektor keuangan.
- Bank Indonesia
memiliki fungsi sebagai jaringan pengaman sistem keuangan melalui fungsi bank
sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran
tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna
menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR
mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini
hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi
memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi
LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer
namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali.
5.
Deregulasi Perbankan Indonesia
Deregulasi
perbankan adalah keadaan dimana terjadinya perubahan peraturan dalam perbankan,
khususnya di Indonesia. Hal ini terjadi karena belum tangguhnya keadaan
perbankan Indonesia, disebabkan perbankan Indonesia adalah warisan dari negara
penjajah di Indonesia sehingga tidak memiliki kemampuan untuk mengelola
perbankan dengan baik dan Indonesia memang tidak didasari untuk belajar dari
negara-negara lain yang sudah lebih lama mengatur soal bank.
Deregulasi ini
dimaksudkan dengan tujuan membuat suasana perbankan di Indonesia lebih stabil.
Maka dibuatlah kebijakan – kebijakan yang mengatur tentang perbankan Indonesia.
Mulai dari 1 juni tahun 1983 yang memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk
menentukan suku bunga deposito. Dilanjutkan dengan Paket Kebijakan 27 Oktober
1988 (Pakto 88) hanya dengan modal Rp 10 milyar maka seorang pengusaha bisa
membuka bank baru sehingga pada masa itu meledaklah jumlah bank di Indonesia.
Lalu Paket Februari 1991 (Paktri) yang berupaya mengatur pembatasan dan
pemberatan persyaratan perbankan dengan mengharuskan dipenuhinya persyaratan
permodalan minimal 8 persen dari kekayaan sehingga diharapkan peningkatan
kualitas perbankan Indonesia. UU Perbankan baru No 7 menggarisbawahi soal
peniadaan pemisahan perbankan berdasarkan kepemilikan. Hingga Pakmei pemerintah
berharap mengucurkan kredit, sehingga dunia usaha tidak lesu lagi dan industri
otomotif bisa bergairah kembali, dan terakhir dikeluarkannya PP No 68 tahun
1996, PP ini sangat menguntungkan para nasabah karena nasabah bank akan tahu
persis rapor banknya.
DEREGULASI
perbankan sudah digulirkan sejak 14 tahun lalu. Kesan bongkar pasang itu tak
terhindarkan. Bahkan, dari dampak yang kini terasa yaitu goyahnya sejumlah bank
swasta, sangat terasa bahwa aturan-aturan perbankan Indonesia memang tak
didasari pengalaman negara-negara lain yang sudah lebih lama mengatur soal-soal
bank.
Deregulasi
perbankan yang dikeluarkan pada 1 Juni 1983 mencatat beberapa hal. Di
antaranya: memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menentukan suku bunga
deposito. Kemudian dihapusnya campur tangan Bank Indonesia terhadap penyaluran
kredit. Deregulasi ini juga yang pertama memperkenalkan Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SPBU). Aturan ini dimaksudkan
untuk merangsang minat berusaha di bidang perbankan Indonesia di masa
mendatang.
Lima tahun
kemudian ada Paket Kebijakan 27 Oktober 1988(Pakto 88) yang terkenal itu. Pakto
88 boleh dibilang adalah aturan paling liberal sepanjang sejarah Republik
Indonesia di bidang perbankan. Contohnya, hanya dengan modal Rp 10 milyar maka
seorang pengusaha bisa membuka bank baru. Dan kepada bank-bank asing lama dan
yang baru masuk pun diijinkan membuka cabangnya di enam kota. Bahkan bentuk
patungan antar bank asing dengan bank swasta nasional diijinkan. Dengan
demikian, secara terang-terangan monopoli dana BUMN oleh bank-bank milik negara
dihapuskan.
Bahkan, beberapa
bank kemudian menjadi bank devisa karena persyaratan untuk mendapat predikat
itu dilonggarkan. Dengan berbagai kemudahan Pakto 88, meledaklah jumlah bank di
Indonesia. Banyaknya jumlah bank membuat kompetisi pencarian tenaga kerja,
mobilisasi dana deposito dan tabungan jugase makin sengit. Ujung-ujungnya,
karena bank terus dipacu untuk mencari untung, sisi keamanan penyaluran dana
terabaikan, dan akhirnya kredit macet menggunung. Kondisi ini kemudian
memunculkan Paket Februari 1991(Paktri) yang mendorong dimulainya proses
globalisasi perbankan.
Salah satu
tugasnya adalah berupaya mengatur pembatasan dan pemberatan persyaratan
perbankan dengan mengharuskan dipenuhinya persyaratan permodalan minimal 8
persen dari kekayaan. Yang diharapkan dalam paket itu adalah akan adanya
peningkatan kualitas perbankan Indonesia. Dengan mewajibkan bank-bank memenuhi
aturan penilaian kesehatan bank yang mempergunakan formula kriteria tertentu,
tampaknya paket itu tidak bisa menghindari kesan sebagai produk aturan yang
diwarnai trauma atas terjadinya kasus kolapsnya Bank Perbankan Asia, Bank Duta,
dan Bank Umum Majapahit.
Setelah itu, lahir
UU Perbankan baru bernomor 7 tahun 1992yang disahkan oleh Presiden Soeharto
pada 25 Maret 1992. Undang Undang itu merupakan penyempurnaan UU Nomor 14 tahun
1967. Intinya, UU itu menggarisbawahi soal peniadaan pemisahan perbankan
berdasarkan kepemilikan. Kalau UU yang lama secara tegas menjelaskan soal
pemilikan bank/pemerintah, pemerintah daerah, swasta nasional, dan asing.
Mengenai perizinan, pada UU lama persyaratan mendirikan bank baru ditekankan
pada permodalan dan pemilikan. Pada UU yang baru, persyaratannya meliputi
berbagai unsur seperti susunan organisasi, permodalan, kepemilikan, keahlian di
bidang perbankan, kelayakan kerja, dan hal-hal lain yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan berdasarkan pertimbangan Bank Indonesia.
Untuk mengurangi
sebagian kendala yang dihadapi perbankan dalam melakukan ekspansi kredit dan
koreksi terhadap Paktri yang begitu mengekang bank, pemerintah mengeluarkan
Paket 29 Mei 1993(Pakmei). Dengan Pakmei itu, pemerintah berharap mengucurkan
kredit, sehingga dunia usaha tidak lesu lagi dan industri otomotif bisa
bergairah kembali. Disebutkan dalam Pakmei ini pencapaian CAR (capital adiquacy
ratio)– atau perimbangan antara modal sendiri dan aset — sesuai dengan
ketentuan adalah 8 persen. Kemudian penyempurnaan lain pada paket itu adalah
ketentuan loan to deposit ratio (LDR).
Aturan yang
terakhir diluncurkan adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 tahun 1996 yang
ditanda tangani Presiden RI pada 3 Desember 1996. Belajar dari pengalaman Bank
Summa, PP ini sangat menguntungkan para nasabah karena nasabah bank akan tahu
persis rapor banknya. Dengan begitu, mereka bisa ancang-ancang jika suatu saat
banknya sedang goyah atau bahkan nyaris pailit.